Bermula dari sang ayah mengajarkan ilmu dalam pembuatan sapu ijuk, ketertarikannya dalam membuat perlengkapan rumah tangga itu menjadi mata pencarian ia saat ini.
"Lah lamo nian dari sebesar Rido dikit lah (anaknya no 2-red) lah mulai buat sapu ijuk pas masih SMP kalo dak salah," ungkapnya saat di bincangi awak media ini, Jum'at (12/07/2024).
Di pekarangan rumahnya nampak serabut ijuk berserakan di jemur. Tangan yang begitu luwes perlahan mulai menjahit serabut ijuk yang hendak di pasangkan pada kayu yang berukuran satu meter.
Dalam satu hari, Didi bisa menghasilkan kurang lebih 10 sapu ijuk di rumahnya. Untuk harga satuan sapu yang siap pakai, dirinya menghargai 20 hingga 25 persapunya.
Dirinya yang sudah lama berkecimpung di dunia kerajinan itu tak memiliki alasan kesulitan dalam pembuatan, hanya saja keterbatasan bahan baku membuatnya harus ke daerah tetangga untuk mengambilnya.
"Kurang kalo di prabu, Kito galak ngambek dewek ke danau rato, belimbing, tanah abang," tuturnya.
Diceritakannya, dirinya belum lama kembali pulang ke tanah kelahiran. Hampir setengah umurnya ia habiskan di daerah tetangga guna memproduksi sapu ijuk tersebut.
"Man di prabu ini baru tujuh tahun kurang lebih, lamo di PALI kemaren Kito di tanah abangnyo," ungkapnya.
Sementara untuk pemasaran sapu ijuk itu sendiri ia lebih memilih untuk mengoper ke luar daerah," Di prabu dikit, Kito ngopernyo lebih banyak ke daerah PALI, ke toko-toko," sambung Didi.
Namun demikian, dirinya juga sempat mendistribusikan sapu ijuk dengan cara mengidarkannya.
Minimnya pengerajin sapu ijuk di Kota Nanas membuat Didi bertahan hingga saat ini tanpa adanya persaingan. (Ari/SN).
No comments:
Post a Comment