PALI--Harga cabe saat ini tidak sepedas rasanya, bahkan nyaris tidak berharga. Pasalnya, disejumlah pasar tradisional di Bumi Serepat Serasan, harga cabe dijual pedagang dibawah Rp 20.000/kg, baik itu jenis cabe merah maupun cabe rawit.
Kondisi ini tentu disambut baik masyarakat Kabupaten PALI, sebab menurunnya harga cabe dan sejumlah sayuran bisa mengurangi pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari ditengah belum stabilnya harga getah, dimana sebagian besar warga Bumi Serepat Serasan menggantungkan hidupnya dari hasil sadapan pohon karet.
"Seharusnya jangan hanya cabe dan sayuran yang murah, tapi harga beras dan bahan sembako lainnya juga harus sama. Minimal sebanding dengan harga getah," ujar Yuli, pengunjung pasar kalangan Tanah Abang, Selasa (12/2).
Lain halnya dengan Cipto, petani yang mengaku menanam cabe sebagai penopang perekonomian keluarganya. Dia mengaku anjloknya harga cabe mencekik kehidupan keluarganya.
"Dipastikan hasil panen merugi, karena hasil tidak sebanding dengan modal yang dikeluarkan. Harga di pasar saja paling tinggi hanya Rp 20.000/kg, apalagi ditingkat petani. Untuk atasi kerugian kami jual sendiri di pasar-pasar kalangan," terangnya.
Tidak bisa berbuat banyak dengan kondisi seperti itu, Cipto hanya pasrah karena memang menanam cabe bukan profesi utama yang digelutinya, hanya sebagai sampingan ketika tanaman karet belum menghasilkan, dirinya menanam cabe untuk menambah penghasilan keluarganya.
"Mudah-mudahan saja kondisi ini tidak berlangsung lama, sebab tanaman karet kami masih lama menghasilkan. Mungkin saja, akibat jatuhnya harga cabe karena saat ini pasokannya melimpah," harapnya.
Kondisi ini tentu disambut baik masyarakat Kabupaten PALI, sebab menurunnya harga cabe dan sejumlah sayuran bisa mengurangi pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari ditengah belum stabilnya harga getah, dimana sebagian besar warga Bumi Serepat Serasan menggantungkan hidupnya dari hasil sadapan pohon karet.
"Seharusnya jangan hanya cabe dan sayuran yang murah, tapi harga beras dan bahan sembako lainnya juga harus sama. Minimal sebanding dengan harga getah," ujar Yuli, pengunjung pasar kalangan Tanah Abang, Selasa (12/2).
Lain halnya dengan Cipto, petani yang mengaku menanam cabe sebagai penopang perekonomian keluarganya. Dia mengaku anjloknya harga cabe mencekik kehidupan keluarganya.
"Dipastikan hasil panen merugi, karena hasil tidak sebanding dengan modal yang dikeluarkan. Harga di pasar saja paling tinggi hanya Rp 20.000/kg, apalagi ditingkat petani. Untuk atasi kerugian kami jual sendiri di pasar-pasar kalangan," terangnya.
Tidak bisa berbuat banyak dengan kondisi seperti itu, Cipto hanya pasrah karena memang menanam cabe bukan profesi utama yang digelutinya, hanya sebagai sampingan ketika tanaman karet belum menghasilkan, dirinya menanam cabe untuk menambah penghasilan keluarganya.
"Mudah-mudahan saja kondisi ini tidak berlangsung lama, sebab tanaman karet kami masih lama menghasilkan. Mungkin saja, akibat jatuhnya harga cabe karena saat ini pasokannya melimpah," harapnya.
No comments:
Post a Comment