Menggapai Asa, Menuju Kebangkitan Bangsa

SININEWS.COM - Momentum Hari Kebangkitan Nasional adalah momen yang sangat tepat untuk merekatkan kembali perbedaan-perbedaan pandangan yang semakin tajam. Saling menghujat, saling menghina, saling memojokan sudah sepatutnya dihentikan. Karena pada dasarnya hari Kebangkitan Nasional yang digagas oleh pendiri-pendiri negara ini bertujuan untuk membangkitkan rasa nasionalisme bangsa ini, untuk menjadi bangsa yang berdaulat dan bermartabat. 

Sehingga tidak hanya menjadi sebuah jargon saja, tapi lebih dapat dimaknai sebagai hari bersejarah bagi bangsa ini yang mempunyai nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme, apalagi di tengah situasi dan kondisi bangsa yang sedang dilanda pandemi virus corona (Covid-19). Hari Kebangkitan Nasional seharusnya dimaknai sebagai hari bangkitnya rasa nasionalisme anak bangsa, generasi muda, generasi pembelajar, generasi pembaruan, dan generasi perubahan. 

Sehingga tugas berat dari seluruh komponen bangsa ini dan tokoh-tokoh nasional kita sudah harus membangkitkan kembali makna dari Kebangkitan Nasional ini, jika tidak ingin bangsa ini mengalami kemunduran di segala hal. Coronavirus telah menjelma jadi pandemi mematikan, yang menyerang siapa saja tanpa kenal batas negara, bangsa, agama, ras, dan golongan. Semua menyimpan duka mendalam.

Seluruh tatanan kehidupan porakporanda dan mobilitas sosial pun lumpuh. Ancaman virus ini masih di hadapan kita, kendati kita berharap badai segera berlalu. Saat ini hampir semua orang dalam keadaan putus asa, takut, gelisah, waspada, cemas bahkan panik. Pertanyaan yang selalu mengemuka kapan pandemi ini akan berakhir? Grafik atau informasi pakar, baik matematika maupun sains yang menganalisis kecenderungan kasus ini akan semakin menurun seakan berlomba dengan pengumuman nasional yang mengatakan dari hari ke hari kasus positif dan meninggal terus bertambah. Berita kapan pandemi ini akan berakhir dan cerita bagaimana bangsa lain menyelesaikan pandemi menjadi informasi yang dinantikan. 

Orang juga tidak berani mengatakan saya lah yang paling sehat berhadapan dengan pandemi ini. Juga tidak ada yang berani mengatakan saya pasti terbebas dari pandemi ini. Semua harap-harap cemas seperti menanti giliran. Dan kita tidak pernah tahu masuk antrean yang ke berapa. Melihat perkembangan dari penyebaran virus corona di Indonesia sekarang, muncul kecemasan dalam diri masyarakat, yaitu suatu keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi (Nevid, 2005). 

Banyak hal yang menjadi penyebab kecemasan ini timbul, salah satunya dalam benuk kepanikan. Kepanikan sosial atau social panic seharusnya dinetralisir agar masyarakat tetap bersama-sama waspada dengan cara yang lebih elegan dan manusiawi. Ibnu Sina pernah berkata “kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat dan kesabaran adalah langkah awal kesembuhan”. 

Kepanikan berlebihan ketika menghadapi virus corona akan berdampak buruk pada kesehatan diri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 95% penyakit yang diderita berasal dari fikiran negatif-emosi negatif yang salah satunya adalah kepanikan yang berlebihan (Nico Manggala, 2015). Maka dari itu perlu adanya upaya-upaya yang dilakukan diri sendiri maupun kelompok untuk meredam dan menetralisir kepanikan.

Hakikatnya, kecemasan, ketakutan, dan kepanikan ini merupakan sepenggal cobaan yang Allah berikan kepada hambaNya. Virus ini sekarang telah menetap di negara kita, dan di sini, kita harus belajar untuk hidup dengannya. Setidaknya sampai vaksin ditemukan. 

Berapa lama pemerintah akan melakukan pembatasan sosial? Berapa lama pintu keluar akan diblokir? Sekarang kita harus melawan virus ini sendiri, dengan mengubah gaya hidup kita, dengan memperkuat kekebalan kita. Kita harus mengadopsi gaya hidup yang berusia ratusan tahun. 

Makan makanan murni, beli hanya apa yang diperlukan, membebaskan diri dari cengkeraman dokter dan antibiotik. memperbanyak jumlah makanan bergizi, melupakan jenis makanan cepat saji, pizza, burger, minuman dingin dll. Kita mungkin harus mengganti jenis peralatan kita yang mengadopsi kapal-kapal besar yang terbuat dari kuningan, perunggu, tembaga, bukannya aluminium, baja dll, yang secara alami membantu menghilangkan virus. Lupakan rasa lidah, gorengan pedas, sampah hotel. Ini harus diikuti secara ketat setidaknya 7 hingga 8 bulan ke depan. 

Hanya dengan begitu kita bisa selamat. Sementara mereka yang tidak berubah bisa jadi dalam masalah. Kita tidak bisa terus-menerus mengeluh tentang dampak covid-19. Suka tidak suka, mau tidak mau covid akan selalu ada di muka bumi. Jadi pertanyaannya bukan kapan selesainya. 

Tapi kapan manusia bisa berubah beradaptasi hidup normal tapi dengan standar anti covid. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menyatakan bahwa kita harus hidup berdampingan dengan Covid-19. Mengapa? Karena ada potensi bahwa virus ini tidak akan segera menghilang dan tetap ada di tengah masyarakat. 

Berdampingan bukan berarti menyerah, tapi menyesuaikan diri. Kita lawan keberadaan virus ini dengan mengedepankan dan mewajibkan protokol kesehatan yang ketat. Pemerintah terus melakukan pemantauan berdasarkan data dan fakta di lapangan untuk menentukan periode terbaik bagi masyarakat agar kembali produktif namun tetap aman dari Covid-19. Keselamatan masyarakat tetap harus menjadi prioritas. 

Covid-19 ini penyakit berbahaya, tapi kita bisa mencegah dan menghindarinya asal disiplin menjaga jarak aman, cuci tangan setelah beraktivitas, dan memakai masker. Itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal life atau tatanan kehidupan normal yang baru. 

Manusia sudah lama hidup dengan virus lain, misalnya TBC, DBD, malaria, tipus, Mers, SARS dll. Nah sekarang ada virus baru namanya Covid-19 yang mana adalah adik dari SARS. Kamu, saya, kita, tidak bisa selamanya menutup rumah, mengunci pintu. Lalu teriak-teriak : "kapan virus reda ? saya udah gak bisa makan". Yang terjadi nanti akhirnya manusia akan menggunakan senjata alaminya, ADAPTASI. Karena kita semua harus kerja, petani, guru, pedagang, insinyur, tukang, ojek, penjahit, hingga dokter harus kerja. 

Maka dibutuhkan adaptasi dengan Covid-19. Karena adaptasi adalah senjata manusia paling ampuh. Apa itu ? Meningkatkan standar kualitas hidup. Sering cuci tangan menggunakan sabun, menggunakan masker, menggunakan pakaian untuk keluar ruangan, menjaga kebersihan, mengonsumsi makanan yang bergizi seperti buah-buahan, sayur-sayuran, makan-makanan yang matang. 

Itu adalah sedikit gaya hidup yang akan menghiasi tahun-tahun kita mendatang, disamping tetap melakukan sosial distancing dan rajin minum vitamin. Dan mungkin nanti membawa hand sanitizer dan semprotan desinfectant sudah menjadi standar baku. Kita akan lazim melihat orang ngopi, kongkow atau nonton bioskop, tapi sebelum duduk mereka akan menyemprotkan desinfectant ke meja dan kursi. 

Itu adalah cara manusia berdamai dengan keadaan. Yang disiplin akan bertahan, yang tidak disiplin mungkin akan menjalani imunisasi alami. Sakit lalu sembuh dan mendapat imun alami, atau yang dikenal dengan herd immunity. 

Corona telah menjelma jadi pandemi mematikan, yang menyerang siapa saja tanpa kenal batas negara, bangsa, agama, ras, dan golongan. Semua menyimpan duka mendalam. Seluruh tatanan kehidupan porakporanda dan mobilitas sosial pun lumpuh. 

Ancaman virus ini masih di hadapan kita, kendati kita berharap badai segera berlalu. Mengutip pemikiran dari tokoh bangsa Bapak Haedar Nashir Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah bahwa kita harus punya rasa empati dan sikap ta’awun. Karenanya rasa empati dan sikap ta'awun tanpa sekat menjadi niscaya terus kita gelorakan dengan sesama hingga ke ranah semesta. Bak api yang harus terus kita nyalakan dan tidak boleh padam. Bila sebagian langkah negara tampak gamang, rakyat selaku pemilik negeri harus tetap tegar meski bergelut beban. 

Sebaliknya sikap arogan, egois, tidak peduli, dan menyepelekan keadaan mesti dibuang jauh. Lebih dari cukup betapa pandemi ini telah menelan ratusan ribu korban di berbagai belahan dunia. Lihatlah para dokter dan petugas kesehatan yang harus berjibaku dengan seribusatu resiko bertaruh nyawa. 

Pemerintah dan warga tak boleh gegabah, hanya karena merasa negerinya tidak terkena wabah sebesar negeri-negeri lain. Kematian satu orang pun sangat mahal, apalagi ratusan nyawa. Kita memang tidak boleh panik, namun perkataan-perkataan dan langkah yang terkesan meringankan wabah justru menunjukkan ketidakarifan, ketika banyak anak manusia telah menjadi korban serta para petuas medis sedang bertaruh nyawa dalam menjalankan tugas kemanusiaan. 

Berhentilah merasa diri perkasa dan kebiasaan menggampangkan urusan. Introspeksi diri agar hidup makin arif, merasa memerlukan orang lain, dan mengakui Kemahakuasaan Tuhan Semesta Alam. Mari bersatu merajut kebersamaan menggapai asa menuju kebangkitan bangsa. Mereka yang diam-diam berjuang dalam sepi mengaburkan batas antara mimpi dengan realita. Setiap waktu yang mereka miliki adalah usaha menyibak sekat-sekat impian. 

Dan waktu menunjukkan keadilannya. Hasil memang tak akan pernah mengkhianati usaha. Sedikit demi sedikit keringat yang mereka kucurkan membuahkan hasil yang teramat manis. Dan benarlah bahwa kesulitan-kesulitan yang pernah mereka lalui hanyalah bumbu kehidupan yang akan menjadi kenangan tak terlupakan. 

Sedangkan sebagian besar orang yang menimbun mimpi tanpa upaya realisasi tentu tak akan mendapatkan apapun. Keinginan hanya tinggal ucapan. Mimpi hanya soal retorika. Sementara pencapaian mimpi membutuhkan usaha yang tak pernah menjadi mudah. Jadi semakin jelaslah bahwa hasil yang diperoleh bukan hanya tentang keberuntungan. Ini tentang perjuangan yang tiada henti. Pencapaian akan berpihak pada mereka yang merelakan malam-malamnya tanpa tidur hanya demi menjaga keinginannya mewujud. 

Pencapaian akan membela mereka yang tak pernah lelah untuk memantaskan diri. Kita di tuntut untuk selalu membangun asa, menggapai asa, melalui semangat etos kerja tinggi agar kita dapat memperoleh apa yang kita harapkan. Membangun semangat memiliki arti yang sangat luas dan komplek, bisa berarti membangkitkan semangat jiwa yang telah lesu oleh pengaruh bebagai keadaan, terkadang tekanan dan himpitan dari berbagai problem yang menyebabkan hidup tidak bergairah, agar jiwa semangat bangkit kembali, maka harus dibangun melalui pondasi 

"pengharapan baik" atau optimis melihat masa depan , dengan upaya maksimal, dan bukan menghayal tanpa bertindak. Membangun semangat itu kewajiban mutlak, karena merupakan kebutuhan pokok jiwa. Menggapai asa merupakan impian semua orang, namun hal yang lebih penting adalah memintal benang semangat, merajut kebersamaan, membangun semangat, untuk meraih harapan (asa) denganupaya yang maksimal, do’a yang khusu’ melalui ibadah rutinitas dan tawakal maksimal.(sn)
Oleh: BAYUMIE SYUKRI, AP., SE., M. Si (Praktisi dan Pemerhati Pendidikan, Sosial, Budaya) 
Share:

No comments:

Post a Comment


Youtube SiniNews

Facebook SINI News

Followers

Subscribers


Postingan Populer

Blog Archive

Comments

Berita Utama

sitemap

Recent Posts