Foto : okezone / ilustrasi kendaraan tambang
MUARA ENIM, SININEWS.COM – Beberapa hari terakhir ramai pemberitaan
tentang sanksi yang didapat oleh PT.Musi Prima Coal (MPC) perusahaan pemegang
Izin Usaha Penambangan (IUP) akibat kecelakaan yang dialami saat bekerja.
Hal tersebut murni kecelakaan yang ditimbulkan saat bekerja
dilapangan yang memang medan dan resiko pekerjaan didunia pertambangan lumrah terjadi
disetiap sektor. Namun demikian hal tersebut dapat diminimalisir dengan mengevaluasi
setiap kejadian dan mematuhi standar keselamatan terbaru.
Pemberitaan dibeberapa media yang memberikan informasi kepada
masyarakat terkait kecelakaan didunia pertambangan mendapat berbagai tanggapan dari
para pekerja, karyawan bahkan masyarakat sekitar tambang yang hidupnya berdampingan
dengan hiruk pikuk pekerjaan penambangan.
Supri Arison, yang bertugas sebagai penghubung masyarakat (Humas)
PT.Gua Huo Energy Musi Makmur Indonesia (GH EMMI) ketika dihubungi media ini mengaku
prihatin dengan pemberitaan yang seolah menyudutkan perusahaan yang bergerak dibidang
penyuplai energi listrik itu.
Dirinya menilai banyak dampak negatif pada perusahaan jika pemberitaan
tidak memiliki isi edukasi kepada pembaca atau masyarakat. Sedangkan menurutnya
sebelum bekerja perusahaan telah lebih dulu mengedukasi setiap karyawan yang tergabung
untuk mengetahui tingginya resiko bekerja didunia pertambangan, bahkan ancaman kematian.
“Menurut saya bekerja dipertambangan itu resikonya sangat tinggi,
dan kecelakaan adalah hal yang pasti ditemui, setau saya sebelum mulai bekerja itu
tim HSE sudah Brefing dulu apa saja yang akan dilakukan” jelas Icon sapaan akrabnya.
Tak hanya itu, banyak efek negatif atas pemberitaan mengenai
sanksi perusahaan untuk tidak beroperasi, apa lagi ditengah pandemi yang saat ini
dan perusahaan ini lah yang menjadi penopang hidup sebagian masyarakat Desa Gunung
Raja, Kabupaten Muara Enim bahkan wilayah Kota Prabumulih
“Hampir 1300 karyawan PT GHEMMI akan ikut terhenti dan hilang
pekerjaan ditengah pandemi corona saat ini jika aktifitas penambang oleh PT.LCL
disetop hanya gara-gara kecelakaan satu orang saja” lanjut icon seraya mengatakan
pihak perusahaan pasti bertanggung jawab atas kejadian tersebut kepada keluarga
korban.
Warga pribumi itu mengaku efek sosial dan ekonomi masyarakat
disekitar tambang sangat terasa ditengah situasi pandemi Covid-19. Beruntung diwilayah
tersebut berdiri kokoh perusahaan asal China yang mampu melibatkan ribuan pekerja
pribumi yang saat ini hampir 90 persen tenaga kerjanya berasal dari Indonesia.
Presiden Direktur PT.GHEMM Indonesia Mr.Fu
Yue Long dalam beberapa waktu lalu sempat dibincangai usai penerimaan penghargaan
oleh MURI mengatakan perusahaan listrik tenaga uap itu sejak berdiri tahun 2008
lalu atau selama 13 tahun pihaknya secara konsisten mengembangkan teknologi pengeringan
batubara dalam sistem pembangkit listrik yang hingga kini mampu menyuplai tenaga
listrik secara non stop selama1.438 hari untuk menerangi setiap sudut lampu diwilayah
Indonesia.
Ditempat terpisah, media ini berhasil menghubungi
salah seorang karyawan (Driver) yang bekerja di subcon PT.LCL yang meminta namanya
tidak ditulis dalam pemberitaan ini mengaku dirinya terkena dampak jika perusahaan
dilarang beroperasi hanya karna kecelakan yang biasa mereka temui disetiap kerja
lapangan yang memang resikonya sangat tinggi.
“kami duluan (Sopir) yang keno dampak kalu dak begawe, ini lah seminggu nak makan apo anak bini” tuturnya. Dirinya juga meminta pihak Pemerintah harus adil juga dengan karyawan yang mengadu nasib ditambang apalagi ekonomi sedang tidak stabil akibat corona.
Untuk informasi saat ini pihak pemegang izin pertambang (PMC) telah menerima surat edaran Dirjen Minerba yang meminta pihak perusahaan menghentikan sementara seluruh operasional perusahaan sampai hasil investigasi kecelakaan tambang berakibat mati ditindak lanjuti dan/atau kegiatan operasional dapat dilaksanakan dengan aman dan selamat. (tau/sn)
VIDEO TERKAIT :
No comments:
Post a Comment