Membangun Generasi Pembelajar Melalui Gerakan Literasi


SININews - Sejarah peradaban umat manusia menunjukkan bahwa bangsa yang maju tidak dibangun hanya dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang banyak. Bangsa yang besar ditandai dengan masyarakatnya yang literat, yang memiliki peradaban tinggi, dan aktif memajukan masyarakat dunia. Keberliterasian dalam konteks ini bukan hanya masalah bagaimana suatu bangsa bebas dari buta aksara, melainkan juga yang lebih penting, bagaimana warga bangsa memiliki kecakapan hidup agar mampu bersaing dan bersanding dengan bangsa lain untuk menciptakan kesejahteraan dunia. Dengan kata lain, bangsa dengan budaya literasi tinggi menunjukkan kemampuan bangsa tersebut berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, komunikatif sehingga dapat memenangi persaingan global.

Dalam rangka menyiapkan bangkitnya generasi pembelajar Indonesia diperlukan pembangunan pendidikan dalam perspektif masa depan, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas, maju, mandiri, dan modern, serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Keberhasilan dalam membangun pendidikan akan memberikan kontribusi besar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan.

Dalam konteks demikian, pembangunan pendidikan itu mencakup berbagai dimensi yang sangat luas, salah satunya adalah menyiapkan generasi pembelajar melalui gerakan literasi.
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus mampu mengembangkan budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan hidup abad ke-21 melalui pendidikan yang terintegrasi, mulai dari keluarga, sekolah, sampai dengan masyarakat. Penguasaan enam literasi dasar yang disepakati oleh World Economic Forum pada tahun 2015 menjadi sangat penting tidak hanya bagi peserta didik, tetapi juga bagi orang tua dan seluruh warga masyarakat. Enam literasi dasar tersebut mencakup literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.

Pintu masuk untuk mengembangkan budaya literasi bangsa adalah melalui penyediaan bahan bacaan dan peningkatan minat baca anak. Sebagai bagian penting dari penumbuhan budi pekerti, minat baca anak perlu dipupuk sejak usia dini mulai dari lingkungan keluarga. Minat baca yang tinggi, didukung dengan ketersediaan bahan bacaan yang bermutu dan terjangkau, akan mendorong pembiasaan membaca dan menulis, baik di sekolah maupun di masyarakat. Dengan kemampuan membaca ini pula literasi dasar berikutnya (numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan) dapat ditumbuhkembangkan.

Generasi Pembelajar
Generasi pembelajar adalah generasi yang bukan saja mendapatkan pengetahuan namun juga pemahaman.  Generasi ini lebih baik belajar mengerti agar lebih bijak pula dalam memahami.  Menjadi pribadi dengan pemikiran penuh keterbukaan, bukan penghafal diktat yang sekedar taat.  Terus belajar dan mencari selagi muda, tidak hanya ikut dengan cuma-cuma dan tanpa bertanya.

Generasi pembelajar menjadi sorotan karena di tangan seorang pembelajar inilah akan membawa perubahan dan kemajuan dunia. Sebagai bangsa yang besar, Indonesia akan terus dihadapkan pada tantangan yang juga besar. Persaingan sumber daya akan semakin tinggi. Bila kita memiliki semangat sebagai seorang pembelajar, maka kita takkan terpuruk.
Ki Hajar Dewantara, pernah berkata,

“Kemerdekaan tidak akan terwujud tanpa ilmu”. Ilmu adalah jalan terang untuk menjawab berbagai pertanyaan yang hadir sepanjang perjalanan hidup manusia. Bagi para generasi pembelajar, ilmu seolah menjadi nafas, yang dibutuhkan setiap saat, sepanjang hayat.  Orang yang sukses dan terkenal tidak terjadi secara tiba-tiba dan instan, mereka telah melalui lika-liku perjuangan dan pasang surut dalam menuntut ilmu. Bekal utama mereka dalam meniti karirnya adalah ilmu, ilmu bisa didapatkan bila kita mau terus belajar dan inilah yang disebut dengan seorang pembelajar.

Generasi pembelajar adalah generasi yang haus akan ilmu pengetahuan, informasi dan berbagai hal yang memberikan spirit hidup positif.  Untuk turut berpartisipasi dan berkiprah pada abad ke-21 diperlukan penguasaan keterampilan yang berupa literasi dasar, kompetensi, dan kualitas karakter.  Dengan berbagai karakteristik yang ada pada abad 21, generasi pembelajar harus mampu untuk dapat bertahan hidup dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Ada 3 hal pokok yang harus dimiliki generasi abad-21 agar tidak tertinggal oleh perkembangan zaman dan mampu bersaing dengan orang lain dan bangsa lain dalam berbagai bidang termasuk teknologi dan ekonomi,yaitu :

1. Karakter
Karakter atau watak adalah sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya.  Ada

2 jenis karakter yang harus dimiliki,yaitu : a). Karakter Moral  adalah watak atau kepribadian individu yang datang dari dalam diri dan menjadi ciri individu tersebut. seperti keimanan dan ketakwaan  terhadap agama, Kejujuran, rendah hati, Tanggung Jawab, Kemandirian, Menghargai, Kesederhanaan, Berbagi. b). Karakter Kinerja  adalah watak atau kepribadian individu yang ia tampilkan sebagai sikapnya dalam melakukan pekerjaan dan menjadi ciri individu tersebut. seperti kerja keras,kerja cerdas,kerja tuntas,tanggung jawab, ulet, tangguh dan tak mudah menyerah.

2. Kompetensi
Kompetensi abad 21 adalah komptensi atau kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang individu untuk dapat menjalani kehidupannya dengan baik di abad 21 ini. Kompetensi tersebut meliputi : 1). Creativity and Innovation 2). Critical Thinking and Problem Solving 3). Communication dan 4). Collaboration

3. Literasi (keterbukaan wawasan)
Secara umum Literasi adalah kemampuan individu mengolah dan memahami informasi saat membaca atau menulis maupun dari berbagai media lainnya. Artinya dengan literasi manusia abad-21 diharuskan untuk selalu Belajar dan mengikuti perkembangan zaman yaitu dengan keterbukaan wawasan.

Gerakan Litetasi
Sejak  tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN) sebagai bagian dari implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membentuk kelompok kerja Gerakan Literasi Nasional untuk mengoordinasikan berbagai kegiatan literasi yang dikelola unit-unit kerja terkait. Gerakan Literasi Masyarakat, misalnya, sudah lama dikembangkan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Ditjen PAUD Dikmas), sebagai tindak lanjut dari program pemberantasan buta aksara yang dikembangkan UNESCO
Bersamaan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah untuk meningkatkan daya baca siswa dan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menggerakkan literasi bangsa dengan menerbitkan buku-buku pendukung bagi siswa yang berbasis pada kearifan lokal. Tahun 2017, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) menggagas Gerakan Satu Guru Satu Buku untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam pembelajaran baca dan tulis.

Gerakan Literasi Nasional merupakan upaya untuk memperkuat sinergi antarunit utama pelaku gerakan literasi dengan menghimpun semua potensi dan memperluas keterlibatan publik dalam menumbuhkembangkan dan membudayakan literasi di Indonesia.

Gerakan ini akan dilaksanakan secara menyeluruh dan serentak, mulai dari ranah keluarga sampai ke sekolah dan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Meningkatkan literasi bangsa perlu dibingkai dalam sebuah gerakan nasional yang terintegrasi, tidak parsial, sendiri-sendiri, atau ditentukan oleh kelompok tertentu. Gerakan literasi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab semua pemangku kepentingan termasuk dunia usaha, perguruan tinggi, organisasi sosial, pegiat literasi, orang tua, dan masyarakat.  Oleh karena itu, pelibatan publik dalam setiap kegiatan literasi menjadi sangat penting untuk memastikan dampak positif dari gerakan peningkatan daya saing bangsa.
Kegiatan literasi selama ini identik dengan aktivitas membaca dan menulis. Namun, Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya (UNESCO, 2003).

Deklarasi UNESCO itu juga menyebutkan bahwa literasi informasi terkait pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Kemampuankemampuan itu perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan itu bagian dari hak dasar manusia menyangkut pembelajaran sepanjang hayat.

Sedangkan pengertian Literasi Sekolah dalam konteks Gerakan Literasi Sekolah adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara.

Gerakan Literasi Sekolah merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.), dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Gerakan Literasi Sekolah adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen.

Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai tagihan berdasarkan Kurikulum 2013). Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif menyonsong kehidupan abab 21.

Kehidupan di abad-21 akan ada banyak tantangan yang harus di hadapi. Kemajuan teknologi yang terus berkembang secara dinamis dan semakin pesat membuat manusia harus terus beradaptasi dan mengikuti perkembangan zaman secara global. Oleh sebab itu, mau tidak mau kita HARUS MAU menghadapinya, sehingga kita harus mempersiapkan diri untuk hidup di abad-21. UNESCO telah membuat 4 (empat) pilar pendidikan untuk menyongsong abad 21, yaitu: Learning to how (belajar untuk mengetahui),  Learning to do (belajar untuk melakukan), Learning to be (belajar untuk mengaktualisasikan diri sebagai individu mandiri yang berkepribadian), Learning to live together (belajar untuk hidup bersama)
Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang berlangsung sepanjang hayat.

Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.  “Semua kita adalah guru, semua tempat adalah sekolah dan semua waktu adalah pelajaran” (sn)


Oleh: BAYUMIE SYUKRI AP., SE., M. Si
(Praktisi dan Pemerhati Pendidikan, tinggal di Palembang

Share:

No comments:

Post a Comment


Youtube SiniNews

Facebook SINI News

Followers

Subscribers

Postingan Populer

Blog Archive

Comments

Berita Utama

sitemap

Recent Posts