Tanah Galian Tambang PT BAS Timbun Aliran Sungai Aul

MUARA ENIM, SININEWS.COM -Kegiatan penambangan batubara yang dilakukan oleh perusahaan batubara PT BAS di Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung, Muara Enim mulai berdampak pada kerusakan lingkungan.

 Terbukti timbunan galian batubara tersebut mengalami longsor menimbun aliran Sungai Oal sepanjang sekitar 30 meter di Desa Keban Agung, Kecamatan Lawang Kidul, Muara Enim.

             Peristiwa itu terjadi sekitar tanggal 29 Juni 2019 lalu, dan hingga sekarang masih dilakukan proses normalisasi aliran sungai tersebut oleh manajemen PT BAS. Karena jika tidak segera dilakukan, maka tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan banjir bandang bagi warga yang berada di hilir sungai tersebut.

                  Kejadian itu mendapat perhatian khusus Wakil Bupati Muara Enim, H Juarsah SH yang melakukan peninjauan langsung ke lokasi longsor, Selasa (23/7).

                 Pada peninjauan tersebut, Wakil Bupati didampingi Camat Lawang Kidul, Achmad Noviar, Sekretaris BLH Muara Enim, Kasatpol PP Pemkab Muara Enim serta pihak manajemen PT BAS.

              Ketika melakukan peninjauan, Wakil Bupati kepada awak media mengatakan, merekomendasikan kepada pada PT BAS, supaya segera membuat kolam pengendapan air limbah sebelum dibuang ke aliran Sungai Enim.

                  Karena, lanjutnya, sesuai masukan yang diterima masnyarakat ketika dilakukan pengecekan ke lapangan bahwa buruknya kualitas air Sungai Enim salah satunya terjadi pengadi dari kegiatan penambangan PT BAS.

                 “Saya rekomendasi pada PT BAS supaya  segera menyelesaikan tempat tempat berpotensi yang mengekibatkan kekeruhan terutama daerah buangan ke Sungai Oal, supaya segera buat pembuangan agar sungai normal kembali agar bening. Setelah itu PT BAS harus segera bual KPL sehingga air yang turun dari atas tidak langsung ke sungai, air terlebih dahuku mengendap setelah bersih baru dibuang ke sungai,” pintanya.

            Wabup berharap pada PT BAS untuk melaksanakan yang sudah direkomendasikan. Supaya menjaga lingkungan dan ekosistem yang ada  di sungai. Sehingga keberlangsungan kesehatan masyarakat di hilir sungai bisa baik dan masyarakat bisa manfaatkan air sungai tersebut. 

           Dijelaskannya, manajemen  PT BAS menyampaikan dalam 3 bulan akan menyelesaikan normalisasi sungai tersebut. Pihaknya melalui  BLH akan selalu berkodinasi dan mengecek  ke lokasi untuk memastikan agar PT BAS benar benar melaksanakan apa yang telah menjadi komitmennya.

             Sementara itu, Kepala Tehnik Tambang (KTT) PT BAS, Doni mengatakan, penyelesaian normalisasi sungai tersebut gampang. Hanya yang menjadi masalah material timbunan tanah harus diamankan terlebih dahulu. Tujuannya agar para karyawan yang bekerja saat melakukan normalisasi benar benar  aman.

              Tahapan normaliasai tersebut dilakukan dengan cara mengurangi beban di atas tanah timbunan galian tambang. Karena  beban timbunan berpotensi menimbun para pekerja yang tengah melakukan pekerjaan normalisasi dibawahnya.

                     Karena proyeksi volume taah timbunan tersebut sekitar 100 BCM. Sehingga  butuh waktu lama untuk memindahkan material tersebut, untuk membuat lereng timbunan menjadi  landai tidak terjal.

                   “Saat ini kemiringan tanah timbunan yang ada sekitar 45 drajet mau dilandaikan menjadi level ke 25 drajat,” jelasnya..

              Ketika ditanya apakah sesuai tehnik penambangan dibenarkan jarak penimbunan penambangan ini cukup dekat dengan bibir sungai?.

                  Dijawabnya jika dilihat kondisi yang sekarang memang benar timbunan tanah tersebut cukup dekat dengan bibir sungai. Tetapi, lanjutnya, sebelum kejadian longsor, pihaknya  telah mengkuti standard yang berlaku yakni  60 meter dari bibir sungai.

               “ Sebelum kejadian ini, ada bukit hijau disekitar sini, hanya karena material banyak jadi lompat dari atas  turut ke sungai menutupi bukit hijau tersebut,” jelasnya.

              Dijelaskannya Faktor penyebab longsor akibat  terjadi pelemahan material. Karena  ilpitrasi air dan  penataan pola aliran air yang kurang bagus. 

               “Kejadian ini pada saat musim kering. Rencananya lokasi ini untuk reklamasi, kita sudah siap tanam seluas 11 hektar, sedangkan  arealnya lebih sekitar 30 hektar, yang terkena longsoran sekitar 8 hektar,” jelasnya.

             Menurutnya, awal mula pergerakan longsor  tanggal 22 Juni. Kondisinya baru  terjadi retak diatas dan bergerak terus. Baru mulai lompat dari bukit tanggal 29 Juni masuk ke sungai. 

           Ketika ada tanda tanda mau longsor, pihaknya telah melakukan upaya normal dengan melakukan penutupan pada retakan, supaya tidak kemasukan air.

            Terkait  lahan warga yang terkena timbunan longsor telah diselesaikan. Sedangkan yang terdampak longsor  sedang dilakukan pendataan dan belum diketahui jumlahnya.
Share:

No comments:

Post a Comment



Youtube SiniNews

Facebook SINI News

Followers

Subscribers


Postingan Populer

Blog Archive

Comments

Berita Utama

sitemap

Recent Posts