Kain Tabak, Hasil Karya Tenun Warga Desa Bumi Ayu Terancam Punah

Foto : Kain Tabak yang masih tersisa, dan saat ini di pemarkan di Pekan Kebudayaan Nasional Jakarta

PALI,SININEWS.COM -  Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Namun saat ini, kearifan lokal sudah banyak tersisih dengan kemajuan jaman dan ada diantaranya nyaris bahkan sudah punah.

Salah satunya yang terjadi di Bumi Serepat Serasan. Kabupaten muda hasil dari pemekaran Kabupaten Muara Enim tersebut memiliki banyak budaya dan adat istiadat yang menjadi ciri khas dan tidak dimiliki daerah lain, namun keberadaannya saat ini sudah tidak tampak lagi ditampilkan atau dipertontonkan di depan umum.

Seperti tari Dundang dan kain Tabak, kesenian asal daerah Lematang Kecamatan Tanah Abang Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, yang saat ini nyaris punah. Dimana kain Tabak ini tidak bisa dipisahkan dengan tari Dundang, karena kain Tabak merupakan pakaian khas yang dipakai penari ketika menari.

Diceritakan Saprin, Kepala Desa Bumi Ayu Kecamatan Tanah Abang bahwa kain Tabak saat ini hanya tersisa satu, itu pun keberadaanya bukan lagi ada di Tanah Abang melainkan sudah berada di daerah tetangga  yakni di Kota Prabumulih.

"Dahulu dari cerita nenek kami, kain Tabak ini ditenun warga Bumi Ayu dan Tanah Abang terutama daerah bantaran Sungai Lematang. Dibuat dari benang berkualitas dari serat kayu dan benang emas. Motifnya sangat unik dan tidak dimiliki daerah lain. Tapi saat ini hanya tinggal satu," ungkap Saprin.

Nasib kain Tabak dialami juga tari Dundang. Tarian khusus menyambut raja-raja itu keberadaanya sudah lama tidak muncul dikhalayak umum.


"Tari Dundang lama tidak ditampilkan, dan kami selaku pemerintah desa terus mencari penari yang masih hidup agar menelurkan ke generasi saat ini. Saat menarikan tari Dundang, penari wajib memakai kain Tabak," tukasnya.

Semangat membangkitkan kembali tari Dundang dan kain Tabak diakui Saprin bertambah dengan kabar masih adanya alat tenun yang masih tersimpan di rumah warga DesaTanah Abang Utara bahkan penenun kain Tabak masih hidup.

"Kita akan berkoordinasi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk menghidupkan kembali tari Dundang dan pembuatan kembali kain Tabak. Penenun meski usianya sudah lanjut usia, beliau siap mengajarkannya termasuk tari Dundang," kata Kades.

Dikatakan Kades bahwa meski terancam punah, namun pemerintah pusat telah mengakui kain Tabak dan tari Dundang merupakan peninggalan kuno asli Desa Bumi Ayu.

"Ya, berkat masih adanya sehelai kain Tabak, Desa Bumi Ayu dipanggil Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk wakili Sumsel bahkan di pulau Sumatera hanya PALI dan Aceh yang tampil pada Pameran Desa Pemajuan Kebudayaan pada Pekan Kebudayaan Nasional di Jakarta. Artinya PALI khsuusnya Desa Bumi Ayu salah satu desa yang memiliki kearifan lokal yang masih terjaga dan harus dilestarikan bahkan dibangkitkan kembali," tandasnya.

Sementara itu, Yunimawati, Plt Kepala Disbudpar PALI melalui Kabid Kebudayaan, Felomina Emawati menjelaskan bahwa kain tenun Tabak sudah punah, kain tabak merupakan pakaian atau kostum khas tari dundang, dulu merupakan hasil karya tenun masyarakat desa bumi ayu,
Warisan budaya tenun songket ini bisa disimak dari pakaian yang menyelimuti arca arca yang ada di komplek percandian Bumi Ayu.

"Saat ini hanya ada satu satunya kain tenun Tabak yang masih terawat dengan baik. Dan alat tenun masih ada di desa tetangga yakni desa Tanah Abang Utara, dan masih ada satu warga yang bisa menenun tabak serta siap mengajarkannya. Aset itu bakal kita gali kembali agar keberadaan tari Dundang dan kain Tabak bukan hanya dongeng semata, tetapi benar-benar ada serta bisa ditampilkan kembali," jelas Ema.

Diketahui bahwa Desa Bumi Ayu berada pada meander Sungai Lematang yang berhulu di Bukit Barisan Kecamatan Tanah Abang Kabupaten PALI, wilayah ini dikelilingi berbagai industri besar seperti Migas, kelapa sawit, batu bara dan pengolahan kayu untuk dijadikan bubur kertas.

Meskipun demikian, 90 persen warga Bumi Ayu masih bekerja sebagai petani karet. Jejak peradaban desa ini dapat ditelusuri dari keberadaan Candi bumi ayu.

Catatan tentang candi bumi ayu ini pertama kali muncul tahun 1864 oleh EP Tombrink dalam hindoe Monumenten in de Bovenlanden Van Palembang yang menyebutkan dalam kunjungannya di daerah Lematang ulu terdapat sisa runtuhan bangunan kuno peninggalan hindu beserta peninggalan purbakala penting lainnya.

Arus kebudayaan masyarakat Bumi Ayu bertemu dengan pengerukan bumi dan seluruh hasil diatasnya. Betapapun ditengah krisis ekologi yang dihadapi, masyarakat desa ini masih memiliki kearifan ekologis. Misalnya warga desa secara umum meyakini agar tidak mengajak tamu atau orang asing ke sungai disaat kemarau saat Sungai mengering. Ada juga larangan dalam hukum adat tidak dibenarkan menebang batang kayu, jenis Kelutum, unglen, kulim, dan tembesu (pohon-pohon tersebut tidak ada lagi). Berbagai kearifan tersebut penting untuk dikaji lebih jauh korelasi dan maknanya dengan ruang hidup yang didiami warga.

Adat istiadat bahasa seni tari, musik, silat, kerajinan, mitos, manuskrip-manuskrip dan kitab hukum adat menjadi kekayaan kultural desa bumi ayu yang masih terpendam. Beberapa diantaranya hilang keberadaannya. Seperti tari Dundang, dan songket /kain Tabak yang merupakan pakaian khusus yang dikenakan oleh para penari.

Sejalan dengan UU no 6 tahun 2014 tentang Desa dan UU kebudayaan no 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan, para pemuka adat, perangkat desa, warga masyarakat berusaha merumuskan rencana pembangunan desa yang berhulu kebudayaan mengerucutkan gagasan untuk mencari cara guna menemukan ekosistem objek pemajuan kebudayaan. (sn)
Share:

No comments:

Post a Comment


Youtube SiniNews

Facebook SINI News

Followers

Subscribers


Postingan Populer

Blog Archive

Comments

Berita Utama

sitemap

Recent Posts