PALI. SININEWS.COM--Mencegah terjadinya kasus Kekerasan Terhadap Anak (KTA), Kekerasan Terhadap Perempuan
(KTP), Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) serta Perkawinan Anak, DPPKBPPPA kabupaten PALI gelar sosialisasi di lima tempat.
Sosialisasi KTA, KTP, TPPO ABH dan perkawinan anak dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut sejak Selasa hingga Kamis 13-15 Juni 2023 di lima tempat berbeda.
Tempat yang dipilih DPPKBPPPA untuk melaksanakan sosialisasi tersebut yakni di kantor desa Raja Barat Kecamatan Tanah Abang, Karang Agung Kecamatan Abab, Sukarami kecamatan Penukal Utara, Babat kecamatan Penukal dan di Aula Kantor DPPKBPPPA PALI.
Kegiatan tersebut mendatangkan narasumber dari BAPAS Lahat, Kepolisian tingkat polsek di 5 kecamatan, Dinkes dan DPPKBPPPA.
Bupati PALI melalui Kepala DPPKBPPPA PALI A Gani Akhmad menyebut bahwa kasus KTA, KTP dan yang lainnya di Kabupaten PALI sudah sering terjadi.
Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai media massa, baik media elektronik maupun media cetak yang mengakibatkan kasus-kasus tersebut menyita perhatian publik.
Hal ini mengindikasikan bahwa Perempuan dan Anak cenderung kurang mendapat perhatian, perlindungan serta sering kali terabaikan keberadaanya.
"Maka daripada itu diadakannya kegiatan ini agar bersama sama meningkatkan kepedulian apabila ada tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, Tindak perdagangan Orang serta
Perkawinan Anak dimanapun berada, serta dapat berperan aktif dalam
pencegahan dan penaganan kasus kekerasan dalam rumah tangga," ungkap A Gani, Jumat 16 Juni 2023.
Dijabarkan A Gani terdapat 4 (empat) macam bentuk kekerasan,
1. Kekerasan Fisik yang merupakan kekerasan yang menyebabkan luka pada fisik seseorang.
2. Kekerasan psikis, merupakan tindak kekerasan yang menyebabkan ketakutan hilang rasa percaya diri, dan hilangnya kemampuan untuk bertindak rasa berdaya atau trauma, yang dimana artinya kekerasan ini tidak bisa terobati.
3. Ketiga merupakan Kekerasan Seksual seperti pemerkosaan yang tentu dalam hal ini dimohonkan agar semua lapisan masyarakat selalu mengawasi anak-anaknya.
4. kekerasan ekonomi. Ini bisa disebut kekerasan menelantarkan rumah tangga. Jenis kekerasan ini berhubungan dengan memberikan kehidupan, perawatan atau pemiliharaan.
"Pada Kesempatan ini kita bersama sama dapat mencegah tindakpidana
Perdagangan Orang, dimana prosesnya dengan Perekrutan, Pengangkutan , Penampungan, Pengiriman, Pemindahan, Penerimaan seseorang caranya bisa dengan ancaman, kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan dan penjeratan
utang," terangnya.
Adapun Tujuan dari Tindak Pidana Perdagangan Orang, lanjut A Gani yakni eksploitasi seksual, eksploitasi tenaga kerja, perdagangan organ tubuh, pornografi, pedofil, adopsi Ilegal, anak jalanan (mengemis),pengedar narkoba.
"Pada kasus TPPO biasanya korbannya kebanyakan perempuan dewasa dan anak-Anak," imbuhnya.
Selanjutnya pada kasus perkawinan anak, A Gani menyampaikan bahwa selain melanggar undang undang yang berlaku di negara juga terdapat benyak resiko yang akan dialami oleh perempuan dan anak dan yang paling sering kasus kematian ibu dan anak.
"Beberapa resiko jika terjadi perkawinan anak yakni risiko pendarahan dan keguguran. Kondisi fisik perempuan yang belum cukup matang mengakibatkan
organ reproduksinya rentan akan beberapa penyakit. Selain itu, kehamilan dibawah usia 20 tahun akan berisiko menyebabkan terjadinya pendarahan,
anemia, dan keguguran," tandasnya.
Risiko lainnya disebutkan A Gani yakni:
1. Risiko Kondisi Bayi yang Buruk. Selain berdampak pada kondisi fisik ibu,
hal ini juga berdampak pada kondisi bayi, Proses kelahiran bayi bisa juga
bersifat premature, berisiko mengalami gangguan pernapasan,
pencernaan, penglihatan, penurunan kemampuan kognitif, cacat bawaan,
berat badan, dan bahkan kematian janin.
2. Risiko Kesehatan Mental Pasangan. Tidak hanya berdampak bagi Kesehatan fisik, pernikahan di usia dini akan menganggu kesehatan mental pasangan. Kondisi emosional yang belum cukup dan stabil akan sangat memungkinkan terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Selain
KDRT, perceraian juga sangat mungkin terjadi karena kondisi penyelesaian masalah pasangan usia dini belum matang dan stabil.
3. Pendidikan yang terhambat. Dikarenakan sudah memiliki rumah tangga
dan akan banyak persoalan yan diurus, hal ini sangat memungkinkan bagi
pasangan menikah usia dini berhenti bersekolah dan menempuh
pendidikan. Hal ini disebabkan karena pasangan usia dini harus melakukan
tanggungjawabnya sebagai orangtua dan suami-istri.
4. Muncul pekerjaan dibawah umur dan kesulitan ekonomi. Pernikahan usia dini tentu akan menimbulkan pekerjaan dibawah umur karena mau tidak mau pasangan usia dini harus mencari nafkah untuk kehidupan
selanjutnya. Karena kondisinya dibawah umur, tentu mencari pekerjaan akan terasa sulit, hal ini nantinya akan berakibat kesulitan ekonomi dan jangka jauhnya adalah terjadinya penelantaran anak.
Adapun tujuan Kegiatan sosialisasi pencegahan KTA,KTP, TPPO, ABH dan perkawinan anak dikemukakan A Gani adalah upaya pemerintah
Kabupaten PALI untuk memberikan P
Pemahaman kepada masyarakat dan dapat menumbuhkan rasa kepedulian sehingga
memahami indikasi awal kekerasan terhadap perempuan dan anak
dilingkungan sekitar sehingga kasus tersebut dapat dicegah.
"Jika ada kasus terhadap perempuan dan anak dapat berkoordinasi secara langsung dengan Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD) PPA," tutupnya.(sn/perry)