PALI. SININEWS.COM -- Adanya edaran Pemkab Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) tentang Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) atau ayah mengantar anak sekolah pada hari pertama masuk tahun ajaran baru ternyata masih minim partisipasi.
Terbukti dari pantauan tim media ini di sejumlah sekolah, kaum perempuan lah yang mendominasi datang ke sekolah menuntun anak-anaknya dari tingkat PAUD, SD hingga SMP mengantar anaknya untuk menempuh proses belajar mengajar.
Dari beberapa wawancara yang dilakukan tim media ini terhadap orang tua yang mengantar anaknya ke sekolah di hari pertama belajar diketahui bahwa bukan hanya faktor kesibukan yang dijalani kaum laki-laki dalam mencari nafkah, melainkan tingginya angka perceraian di wilayah kabupaten PALI.
Tingginya angka perceraian membuat orang tua anak berpisah dan beban pengasuhan anak sebagian besar dilakukan kaum hawa yang terpaksa setiap hari mengasuh bahkan mengantar anak sekolah untuk pertama kalinya belajar dilakukan oleh perempuan.
Memang sebagian ada yang kembali merajut rumah tangga dengan yang lain, namun hal itu tidak merubah perilaku anak untuk bisa beradaptasi dengan ayah barunya dan hampir 100 persen, anak yang mengalami hal demikian tidak mau dekat bahkan mau diantar ayah sambungnya.
"Kami sudah cerai dua tahun lalu, dan anak ikut saya. Ayahnya entah kemana dan sampai anak saya bersekolah tidak pernah memberikan nafkah kepada anak saya. Jadi jangankan mengantar anak ke sekolah, biaya hidup anak saja saya yang menanggung," ungkap salah satu ibu yang enggan disebutkan namanya kepada tim media ini, Senin 14 Juli 2025.
Sementara dari data yang diterima tim media ini, angka perceraian di kabupaten PALI jauh lebih tinggi dibanding yang tercatat di Pengadilan Agama Muara Enim menyebabkan kurangnya partisipasi masyarakat dalam mendukung GATI.
Pasalnya, warga kabupaten PALI dalam mengurus perceraian hanya sebatas tingkat desa yang disaksikan dua belah pihak tanpa mengurus ke Pengadilan Agama yang barada masih di kabupaten Muara Enim.
Hal itu disampaikan Sekretaris Pengadilan Agama Muara Enim, Hendri Suryana, S.Ag dikutip dari sejumlah media online beberapa waktu lalu.
“Banyak pasangan yang berpisah begitu saja tanpa mengajukan gugatan ke pengadilan. Padahal, perceraian seperti ini merugikan pihak perempuan dan anak-anak karena tidak ada dasar hukum untuk menuntut hak-haknya, seperti nafkah atau hak asuh anak,” ucap Hendri.
Sedangkan dari keterangan Plt Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) PALI, Mariono SE menyebut bahwa memang angka perceraian di kabupaten PALI cukup tinggi, tetapi fenomena itu bukan hanya di daerah berjuluk Bumi Serepat Serasan saja, namun merata di Indonesia.
"Data perceraian di Indonesia hampir 35 persen dari angka pernikahan. Salah satu penyebabnya adalah Pernikahan usia muda yang seringkali berujung pada perceraian karena kurangnya kesiapan mental dan emosional pasangan, serta rentan terhadap masalah ekonomi dan perselisihan," ucap Mariono.
Meski demikian, pihak terus gencar mensosialisasikan dan mengajak masyarakat untuk menghindari kasus perceraian dengan mengedukasi masyarakat untuk tidak melakukan pernikahan di usia anak.
"Kita cegah sejak dini dengan mengerahkan Penyuluh KB ke masyarakat langsung," sebutnya.
Dan untuk mendukung gerakan ayah mengantar anak sekolah atau GATI, Mariono telah mensosialisasikan dengan menyebarkan ajakan melalui berbagai cara.
"Alhamdulillah meski belum maksimal, program GATI sudah ada dampak, dan sudah banyak kaum laki-laki mengantar anak sekolah pada hari pertama masuk tahun ajaran baru. Karena tujuannya sangat baik pada sistem pola asuh anak yang selama ini terpaku pada peran ibu," tutupnya.(sn/perry)